Dua Tahun Covid-19 Membatalkan Tradisi Mudik Lebaran

Huzari: Pengurus Iprahumas Indonesia PC Bangka Belitung

LEBARAN Idul Fitri menjadi momentum bagi umat Islam untuk bersilaturahmi, bertemu dengan sanak keluarga yang berada jauh di luar kota. Dengan kata lain, ada tradisi mudik lebaran yang masih sulit ditinggalkan masyarakat. Saat jelang lebaran, masing-masing berebutan untuk mendapatkan kesempatan bertemu keluarga dengan membeli tiket transportasi sejak jauh hari.

Namun sejak tahun lalu, tepatnya ketika mulai marak terjadi pemaparan covid-19, pemerintah mengeluarkan kebijakan pelarangan mudik. Warga yang merayakan lebaran dilarang mudik untuk mengantisipasi terjadi pemaparan kasus covid-19 lebih luas. Selain melarang untuk mudik, juga diberlakukan larangan open house yang bisa mengundang terjadinya kerumuman.

Kebijakan ini diharapkan dapat menekan angka pemaparan covid-19. Setidaknya bisa mengendalikan peningkatan angka pemaparan covid-19. Tahun lalu, tingkat kepatuhan masyarakat masih sangat tinggi. Selain mematuhi kebijakan yang diterapkan pemerintah, masyarakat juga tidak ingin menjadi penyebab keluarga yang ada di kampung terpapar covid-19.

Lain halnya dengan tahun ini. Terhitung tanggal 6 Mei pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk tidak mudik dengan membatasi transportasi darat, laut maupun udara antara provinsi. Baik penerbangan, transportasi darat maupun pelayaran hanya boleh melayani masyarakat dengan kebutuhan darurat saja.

Petugas memblokir sejumlah ruas jalan yang dijadikan sebagai sarana bagi pemudik untuk pulang kampung. Mulai dari jalan protokol hingga jalan-jalan “tikus” dijaga ketat petugas. Jika ditemukan pemudik yang membandel, petugas tidak segan-segan untuk mengembalikan pemudik tersebut ke daerah asalnya hingga melakukan tindakan penilangan kendaraan.

Kerinduan untuk menjalani tradisi mudik lebaran menginspirasi masyarakat untuk menjalani mudik lebih awal. Pelarangan mudik diterapkan sejak tanggal 6 Mei, maka masyarakatpun sudah ada yang pulang kampung sebelum diberlakukannya kebijakan tersebut. Akhirnya, kejadian yang dikhawatirkan pemerintah terbukti.

Di beberapa daerah muncul klaster baru pemaparan covid-19 yang disebabkan adanya arus mudik ke daerah tersebut. Contoh kecil, di Pati, Jawa Tengah terdapat puluhan warga sebuah desa dinyatakan terpapar covid-19 yang diduga tertular oleh perantau yang pulang kampung.

Masih banyak lagi kasus-kasus di daerah lain yang membuktikan arus mudik bisa menjadi penyebab peningkatan pemaparan kasus covid-19. Hal sama juga tak menutup kemungkinan terjadi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Saat memasuki Ramadan, terdapat pergerakan meningkat pemaparan covid-19.

Jika bukan karena arus mudik, ini bisa terjadi akibat banyaknya titik-titik keramaian tersebar di kota hingga pelosok daerah. Kondisi pasar menjadi lebih ramai dari biasanya. Selain itu, titik-titik keramaian baru bermunculan seperti, adanya pedagang dadakan yang berjualan kudapan berbuka puasa.

Ironisnya, mungkin dikarenakan kasus pemaparan covid-19 sudah berlangsung lama, membuat masyarakat menjadi lalai untuk menerapkan protokol kesehatan menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Padahal protokol kesehatan harus tetap diperhatikan, sehingga tidak menjadi penyebab penularan virus atau sebaliknya terpapar penderita covid-19 lainnya.

Sebab jika sudah berada di kerumunan, tak dapat diketahui siapa yang sudah terpapar covid-19. Untuk itu, sikap waspada harus terjaga dan terpelihara dalam diri. Tak salah, jika Anda mengingatkan orang lain untuk menerapkan protokol kesehatan. Jangan lengah, di tempat yang dianggap aman dari pemaparan covid-19. Jika tidak waspada bisa membuat Anda terpapar. Sebab tempat yang dianggap aman, bisa menjadi tempat yang tidak aman.

Apalagi di pusat kerumunan yang memang tempat itu sudah dianggap tidak aman. Memasuki H-7 Idul Fitri, pusat perbelanjaan di Kota Pangkalpinang mulai banyak didatangi masyarakat baik dari kabupaten maupun masyarakat kota Pangkalpinang sendiri. Ini bisa menjadi potensi besar tempat pemaparan covid-19. Penanganan kasus covid-19 tak hanya bisa dilakukan aparatur, sebab itu harus melibatkan masyarakat.

Mulai tanggal 6 Mei, pemerintah akan bertindak tegas terhadap pemudik. Mungkin masyarakat yang ingin merayakan lebaran di kampung halaman akan berpikir dua kali untuk menjalani tradisi mudik. Nah selanjutnya, persoalan bakal muncul ketika hari H lebaran yang diperkirakan jatuh pada tanggal 13 tepatnya hari Kamis. Setidaknya masyarakat mempunyai masa liburan selama empat hari yaitu, Kamis, Jumat, Sabtu dan Minggu.

Persoalan mudik selesai, lalu nanti mungkin akan menghadapi kasus terjadinya peningkatan jumlah pengunjung di lokasi wisata. Membludaknya pengunjung di lokasi wisata juga bisa menjadi pemicu dan berpotensi terjadinya pemaparan covid-19. Menteri Pariwisata menyatakan dengan tegas, pentingnya protokol CHSE dan ini menjadi tanggung jawab bersama.

Jumlah kasus covid-19 terus meningkat, jangan sampai kita menjadi salah satu penyebab terjadinya peningkatan kasus tersebut. Tetap jaga kesehatan, patuhi protokol kesehatan. Lebih baik berada di rumah, apalagi ada gejala tidak sehat dalam tubuh. Jangan jadikan Anda sebagai penular virus covid-19.(*)

Tinggalkan Balasan