Orang Gila yang Waras

Oleh: Marwan Al Ja’fari.

KALAU kita menyebut orang gila maka yang terpikir dan terbayang di otak kita adalah seseorang yang sedang terkena gangguan jiwa dan berperilaku agresif dibandingkan dengan orang yang normal.

Kegilaan orang seperti ini tentunya sangat mengganggu lingkungan di sekitarnya. Akan tetapi menurut Plato seorang filsuf Yunani mengatakan, kegilaan itu tidak semuanya mengganggu, justru ada kegilaan yang dibutuhkan. Plato membagi kegilaan itu menjadi dua macam, pertama kegilaan karna gangguan jiwa. Kedua kegilaan ilahiyah yaitu kegilaan karena ketuhanan.

Kegilaan ilahiyah ini sangat inspiratif dan intuitif, dimana pemikiran dan prilaku kesehariannya di luar kebiasaan normal (out of the box). Seperti kegilaan yang dimiliki oleh para Nabi yang mendapat tugas sebagai pembaharu, dan orang- orang yang mendapat ilham untuk melakukan perubahan sosial.

Apa yang mereka lakukan adalah suatu kegilaan yang tidak normal, bayangkan disaat orang lain hidupnya enak-enak, sementara mereka malah memikirkan nasib orang itu, dan mencari cara bagaimana menata kehidupan orang lain agar menjadi lebih baik dan beradab.

Namun orang yang dipikirkan alih-alih berterimakasih, malah menganggap para nabi sebagai
perusak tatanan budaya yang mereka miliki sejak lama. Oleh karena itu, untuk menghadapi semua itu harus dengan kegilaan ilahiyah, dan hanya para nabi serta orang-orang yang telah diberikan anugerah oleh Allah SWT yang bisa melakukannya.

Terkait dengan orang yang diberikan anugerah oleh Allah SWT, dalam menyelesaikan suatu masalah, apabila dalam penyelesaian itu tidak ditemui solusi yang normal, biasanya muncul pemikiran- pemikiran alternatif yang agak ngawur, kemampuan seperti ini tentunya tidak dimiliki oleh orang sembarangan, melainkan oleh orang yang memiliki kegilaan ilahiyah.

Mereka ini bukanlah orang-orang gila biasa, tapi sosok-sosok yang cerdas, jenius, memiliki akal yang tajam, penuh dengan kata-kata hikmah, bahkan seringkali dianggap sebagai Wali yang nyeleneh oleh sebagian banyak orang.

Sebut saja, Uwais al-Qarni, Qois si Majnun, Sadun, Buhlul, Salmunah si Wanita Gila. Mereka adalah tokoh-tokoh agung yang dianggap gila dan tidak boleh dipandang remeh. Jadi, apabila manusia ingin hidupnya berkembang dan kualitasnya meningkat, maka diperlukan kegilaan seperti ini.

Apalagi untuk menghadapi masalah kehidupan di lingkungan sosial yang banyak pressure dan penuh tantangan, tentunya diperlukan cara-cara khusus diluar kebiasaan normal untuk mengatasinya, sangat berbeda dengan orang yang menjalani kesehariannya hanya berada dalam zona aman dan nyaman.

Bisa dipastikan pengalaman perjalanan hidupnya hanya begitu-begitu saja dan tidak ada dinamika istimewa yang mewarnai kehidupannya. Mentalnya kurang tertempa dalam mengatasi banyak persoalan, sehingga penyelesaian masalah kehidupannya pun hanya biasa- biasa saja.

Yang menarik lagi kalau kita lihat kegilaan yang dimiliki oleh para sastrawan dan budayawan, mereka harus berburu ide dan inspirasi saat ingin membuat sebuah puisi, agar hasilnya bagus dan menarik, maka puisi nya harus inspiratif dan ada hal yang baru.

Kalau puisinya hanya lurus-lurus saja tentu tidak akan menarik, makanya para sastrawan dan budayawan itu pikiran-pikirannya selalu mengejutkan, dan itu adalah suatu kegilaan.

Lalu bagaimana dengan kebanyakan orang orang yang gila karena gangguan jiwa, tentu hidupnya tidak waras, dan berperilaku sangat aneh. Akan tetapi jika dicermati dengan seksama, sesungguhnya orang yang waras pun bisa berperilaku seperti orang yang mengalami gangguan jiwa, bahkan lebih parah dari orang gila yang sebenarnya.

Diantara kegilaan orang waras yang lebih parah dari orang gangguan jiwa adalah, terkadang orang waras menjadi tidak terkendali dalam berbagai hal, seperti dalam urusan jabatan, kehormatan, ketenaran, belanja dan lain-lain.

Sering kita saksikan ada orang waras yang gila harta, gila jabatan, gila hormat, gila tenar, gila pengaruh, gila mau disebut pintar, gila mau diakui hebat, gila belanja dan gila yang lainya.

Supaya orang waras tidak berperilaku seperti orang gila benaran, maka tidak ada salahnya jika mereka belajar dan mengambil hikmah dari kegilaan orang gila.

Hendaklah kita selalu berendah hati kepada siapapun, karena mengambil hikmah yang bijaksana bisa dapat kita ambil dari manapun, bahkan dari orang-orang yang dianggap gila. Apalagi orang gila itu dijamin masuk surga tanpa dihisab diakherat nanti.

Pepatah mengatakan “ Lihatlah apa yang diucapkan dan jangan dilihat siapa yang mengucapkan”. Mudah-mudahan pada pemilu tahun 2024 nanti, seandainya banyak orang yang jadi gila, namun janganlah dijadikan sebagai bahan olok-olokan. Semoga bermanfaat.

KONTEN ini rubrik opini, inspirasi, jurnalisme warga. Konten ini menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Pangkalpinangplus.

Tinggalkan Balasan