SEBELUMNYA Kemenparekraf/Baparekraf telah meresmikan pola perjalanan di kawasan Candi Borobudur, Jawa Tengah bernama “Borobudur Trail of Civilization (BToC)” dengan 9 subtema aktivitas yang tersebar di seluruh desa di kawasan Borobudur.
Kali ini, Kemenparekraf/Baparekraf kembali membuat pola perjalanan kedua yang difokuskan pada kawasan Joglosemar: D.I. Yogyakarta (Jogja), Solo, dan Semarang.
Rencananya, potensi wisata di kawasan Joglosemar akan berfokus pada jalur wisata berbasis story telling atau storynomics tourism yang bertajuk “Storytelling Historical Trail of Joglosemar”.
Dengan kata lain, jalur wisata ini mengemas kekuatan atau potensi di kawasan Joglosemar dalam segi sejarah dan warisan budaya yang telah ditetapkan oleh UNESCO.
Pastinya, jalur wisata sejarah dan budaya di kawasan Joglosemar juga akan mengedepankan implementasi prinsip-prinsip sustainable tourism destinations, sekaligus melakukan kolaborasi hexahelix. Sehingga, besar harapannya jalur wisata Joglosemar memberikan unsur edukasi, experience, serta entertainment kepada wisatawan yang berkunjung.
Dalam jangka panjang, adanya peta wisata Joglosemar diharapkan dapat memberikan multiplier effect bagi sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Baik bagi para pelaku wisata maupun pelaku ekonomi kreatif, sehingga dapat mencapai target menciptakan 4,4 juta lapangan kerja di 2024, guna mendorong perekonomian nasional.
Mungkin Sobat Parekraf bertanya-tanya, apa yang menarik dari wilayah Joglosemar? Lantas, bagaimana awal mula terbentuknya wilayah Joglosemar?
Kawasan Joglosemar merupakan wilayah segitiga emas yang berada di kawasan Jawa Tengah. Berasal dari tiga kota yang berbeda: Jogja, Solo, dan Semarang, wilayah Joglosemar memiliki sejarah panjang dalam pembangunannya, hingga sukses menjadi pusat perkembangan ekonomi di tengah-tengah Pulau Jawa.
Meski begitu, penting dipahami jika potensi wisata Joglosemar tidak melulu karena lokasinya yang cukup strategis dengan salah satu Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Candi Borobudur.
Melainkan, Joglosemar juga memiliki beragam potensi dan keunggulan yang ditawarkan dari ketiga daerah tersebut. Misalnya, Kota Jogja yang masih kental dengan peninggalan bangunan heritage-nya, Kota Solo yang lekat dengan budaya, serta Semarang yang memiliki jejak sejarah di kawasan Kota Lama.
Hal inilah yang akhirnya menjadikan kawasan Joglosemar dikenal sebagai daerah yang kental akan wisata sejarah dan budaya di Indonesia.
Potensi Wisata Sejarah dan Budaya di Kawasan Joglosemar
Seperti sudah disinggung di awal, konsep “Storytelling Historical Trail of Joglosemar” dilatarbelakangi adanya potensi wisata sejarah di kawasan tengah-tengah Pulau Jawa ini. Sebagai contoh, potensi wisata sejarah di kawasan Joglosemar yang bisa Sobat Parekraf temukan di Kota Lama Semarang.
Terpilihnya Kota Lama Semarang sebagai pusat wisata sejarah di Joglosemar tidak bisa dipisahkan dari banyaknya kepingan sejarah yang tersimpan di Ibu Kota Jawa Tengah ini. Sebagai kawasan cagar budaya, Kota Lama Semarang memiliki deretan bangunan peninggalan Hindia-Belanda yang sudah berdiri sejak ratusan tahun silam, paling ikonik tentunya Gereja Blenduk. Menjadi ikon Kota Lama Semarang, Gereja Blenduk masih berdiri kokoh meski sudah berdiri lebih dari 250 tahun.
Sedangkan, Jogja dan Solo kental dengan wisata budaya. Hal ini tidak bisa dipisahkan dari keterkaitan hubungan antara Keraton Yogyakarta, Keraton Kasunanan Surakarta, serta Pura Mangkunegaran yang masih populer bahkan terus berinovasi hingga sekarang ini.
Seperti popularitas Pura Mangkunegaran yang sedang mengalami peningkatan pasca revitalisasi yang telah dilakukan. Salah satu daya tarik wisata di Pura Mangkunegaran adalah kawasan Pracima Tuin atau Taman Pracima. Di tengah taman yang asri, Sobat Parekraf bisa singgah ke restoran bergaya klasik dan mencicipi kuliner ala bangsawan di sana. Tentu akan memberikan pengalaman berlibur yang tak terlupakan.
Jika potensi-potensi tersebut dikembangkan dengan baik, tidak menutup kemungkinan akan menjadi daya tarik wisata baru di kawasan Joglosemar.(kemenparekraf)