Tato Tradisional Mentawai, Seni Rajah Tertua di Dunia

BELUM lama ini, vokalis Red Hot Chilli Peppers (RHCP), Anthony Kiedis, membuat gempar dunia maya karena sedang liburan di Indonesia, tepatnya di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Berdasarkan sebuah foto yang diunggah di media sosial, Anthony Kiedis sedang duduk bersantai bersama dua warga lokal yang merupakan sirekei atau dukun Mentawai. Kabarnya, Anthony Kiedis menghabiskan waktu liburan ke Mentawai selama delapan hari pada bulan April 2024 lalu.

Kehadiran Anthony Kiedis berlibur ke Mentawai menjadi kabar yang menggembirakan bagi sektor pariwisata Indonesia. Karena dapat menjadi momen promosi untuk memperkenalkan pariwisata Indonesia, khususnya di Kepulauan Mentawai agar semakin dikenal luas. Terlebih lagi, Mentawai memiliki potensi pariwisata dan ekonomi kreatif yang sangat menarik. Salah satunya adalah seni tato atau seni rajah tradisional yang sudah mendunia.

Jangan terkejut apabila Sobat Parekraf melihat tubuh masyarakat asli Mentawai dipenuhi oleh tato. Hal ini tentunya dilatarbelakangi dengan sifat tato yang berfungsi sebagai identitas bagi masyarakat suku Mentawai. Pemilihan motif yang dirajah juga tidak sembarangan. Pasalnya, tanah asal, status sosial, hingga seberapa hebat seorang pemburu tergambar pada ukiran yang ada di tubuh masyarakat Mentawai.

Menariknya lagi, dalam tradisi Mentawai, tato juga juga memiliki fungsi sebagai simbol keseimbangan alam. Masyarakat lokal pun menganggap jika semua hal memiliki jiwa. Itu mengapa, objek-objek seperti batu, hewan, dan tumbuhan harus diabadikan pada tubuh mereka.

Sejarah dan Proses Tato Mentawai

Seni tato atau seni rajah di Mentawai bukanlah hal baru. Kabarnya, seni merajah tubuh di Mentawai sudah ada sejak 1.500 Sebelum Masehi (SM), dan dilakukan secara turun-temurun oleh suku Mentawai. Hal inilah yang akhirnya menjadikan seni merajah dari Mentawai sebagai seni tato tertua di dunia.

Daya tarik seni rajah di Mentawai lainnya ada pada proses pembuatannya. Jauh dari kesan modern, proses pembuatan tato Mentawai masih dilakukan secara tradisional. Sebelum memulai merajah, sipatiti atau penato akan melakukan upacara bersama dengan sikerei terlebih dahulu. Kemudian sipatiti mulai membuat gambar kasar pada bagian tubuh yang akan ditato.

Jika sudah, proses rajah dilakukan dengan menggunakan jarum tradisional yang terbuat dari kayu. Nantinya, tubuh akan dipukul secara perlahan menggunakan tongkat kayu untuk memasukkan pewarna ke dalam kulit. Alih-alih menggunakan bahan kimia, tinta yang digunakan untuk tato Mentawai adalah pewarna alami yang berasal dari campuran daun pisang dan arang tempurung kelapa.

Makna Motif Tato Mentawai

Setiap tato tradisional Mentawai dibuat dalam bentuk yang berbeda-beda, sesuai dengan peran setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. Satu hal yang paling mudah dikenali adalah gambar tato laki-laki Mentawai berbeda dengan gambar tato perempuan Mentawai.

Biasanya, gambar tato pada tubuh laki-laki berbentuk garis warna hitam melengkung dari bahu kanan hingga bahu kiri yang melambangkan anak panah, atau gambar binatang buruan. Sedangkan, perempuan Mentawai memiliki tato bergambar subba atau tangguk. Hal ini digambarkan karena sesuai dengan peran mereka yang pergi menangkap ikan di sungai.

Sementara itu, gambar atau motif tato bagi masyarakat lokal yang berperan sebagai pemburu maupun sikerei juga akan berbeda. Contoh, seorang pemburu asal Mentawai menggunakan tato sesuai dengan binatang hasil tangkapannya. Seperti babi, rusa, monyet, burung, atau buaya. Sedangkan, seorang sikerei umumnya memiliki tato bintang “Sibalu-balu” pada tubuhnya.(kemenparekraf)

Tinggalkan Balasan