Oleh: Syafrudin Prawiranegara
Sekretaris PW MABMI KBB
MRIGA Wangka itu nama lambang Kepanghuluan/Kepanghulon Negeri Serumpun Sebalai.
Perlu diberi nama, karena begitulah sebaiknya. Mencontoh Nabi SAW yang suka memberi nama-nama pada peralatannya.
Di Nusantara sendiri, penamaan lambang sentral adat budaya adalah hal yang biasa juga. Di Jogja, misalnya. Nama lambang Kesultanan Yogyakarta yang khas itu : Praja Cihna. Apa artinya? Sifat sejati seorang abdi negara. (Praja: abdi negara. Cihna: sejati).
Lalu apa arti Mriga Wangka?
Secara harfiah, mriga artinya rusa. Wangka artinya timah. Baik mriga dan wangka, keduanya bahasa Sansekerta.
Mriga Wangka artinya Timah Rusa. Ini berdasarkan kaidah penerjemahan dari kanan ke kiri. Seperti halnya mahasiswa. Atau Praja Cihna tadi.
Timah Rusa, secara tidak resmi bisa dimaknai : Timah yang aslinya rusa. Sebagaimana di Baturusa, konon ada batu yang mulanya rusa, bahkan lebih awal lagi: manusia. Gara-gara disumpah Si Pahit Lidah, si manusia berubah jadi rusa dan membatu. Letaknya, kata orang-orang: di bawah jembatan Baturusa. Wallahu a’lam.
Lalu di mana timah rusa? Jawabannya: Ada di dalam tanah Bangka (dan Belitung).
Timah Rusa itu timah –yang nasibnya–seperti rusa di Bangka: diburu-buru. Tak terkendali. Dan akhirnya habis. Tinggal cerita.
Namun, “untungnya” timah masih ada. Tapi perlu antisipasi yang serius agar ada kebermanfaatan yang sifatnya jangka panjang, dari “sisa-sisa” timah yang ada itu.
Kembali ke soal penerjemahan, tak ada masalah jika mau menerjemahkan dari kiri ke kanan. Jadinya: Rusa Timah. Bisa dimaknai sebagai: rusa yang hidup di pulau Timah. Yang konon sudah tak ada lagi. Tapi, masih bisa diupayakan untuk ada, dan berkembang biak hingga kembali ramai di negeri kita.
***
Mengapa memilih susunan Mriga Wangka, bukan Wangka Mriga?
Jawabannya sederhana!
Mriga Wangka, tanpa disengaja, rupanya bisa membentuk singkatan: Mriwan!
Mendekati nama Marwan, Panghulu Negeri Serumpun Sebalai, bukan?
Bandingkan dengan Wangka Mriga. Kalau dibuat singkatan: Wanmri. Atau lainnya.
***
Simbolisasi mriga dan wangka, tampak jelas terlihat di lambang pada tanduk rusa, dan balok timah.
Dalam konteks Kepulauan Bangka Belitung, mriga dan wangka menunjukkan makhluk yang punya pesona, namun kodratnya lemah. Mungkin, kalau kaum perempuan tak keberatan, bisa disebut timah dan rusa itu seperti wanita.
Tapi, selemah-lemahnya wanita, dia adalah kaum yang melahirkan: pria dan wanita. Jasanya teramat besar.
Kaum pria, tak bisa melahirkan. Karena salah satu sebabnya: tak punya rahim. Hanya wanita, yang punya rahim.
Dari situ muncul istilah silaturrahim. Menyambung persaudaraan karena hubungan darah, kelahiran, atau kesamaan rahim (ibu, nenek, buyut, dst). Menguatkan Kekerabatan. Mengokohkan trah!
Ingat Mriga Wangka, semoga saja kemudian menjadi ingat pula kepada kekerabatan masing-masing yang harus dibina kekuatan, kekukuhan, dan kekompakannya.
Garis ibu saja? Tentu tidak! Melayu adalah penganut sistem kekerabatan paternal. Dari garis Ibu atau garis Bapak, kedua-duanya masuk dalam kerabat. Logis, karena tak ada kisah Ibu melahirkan bila tak ada Bapak, kecuali Bunda Maryam yang melahirkan Nabi Isa AS.
***
Adalah tugas Panghulu Negeri, untuk penguatan-penguatan kekerabatan yang ada di Negeri Serumpun Sebalai. Dalam hal ini kekerabatan orang-orang Melayu.
Kalau orang China, tak usah diceritakan lagi. Leluhur mereka dari zaman sebelum masehi, sudah memikirkan pentingnya kekerabatan. Makanya, setiap orang China, ada nama keluarganya: Liem, Chen, Tan, dan sebagainya.
Patut diapresiasi, dan diteladani, langkah Dato’ Panghulu kita yang menyematkan nama Al-Ja’fari di belakang namanya. Itu adalah suatu petunjuk, itulah kekerabatan yang menjadi takdir dirinya. Lalu ia mengkonsolidasikan kekerabatannya dengan kegiatan-kegiatan positif.
Ke depan, bukan hanya kekerabatannya saja yang ia perhatikan. Sebagai panghulu, kekerabatan-kekerabatan yang lain pun ia perhatikan, semampu yang ia bisa.
Meminjam logika adat Minangkabau yang mengajarkan: Anak dipangku, kemenakan dibimbing, maka tugas Dato’ Panghulu Negeri Serumpun Sebalai adalah: Kekerabatan sendiri dipangku, kekerabatan lainnya dibimbing.