“Adik-adik ini adalah bagian dari aktor utama pembangunan gastronomi Indonesia. Melalui inovasi, riset, dan dedikasi, saya percaya adik-adik dapat melahirkan gagasan-gagasan segar yang menjadi cita rasa baru bagi dunia,” kata Wamenpar, Ni Luh Puspa, dalam Kuliah Umum Bersama Poltekpar di Lingkungan Kemenpar pada Semester Ganjil TA 2025-2026 yang digelar secara hybrid, Selasa (19/8/2025) pagi.
Sejalan dengan tema pada kuliah umum kali ini “The Power of Gastronomy Tourism: How Local Flavors Fuel Economic Growth and Global Appeal”, gastronomi saat ini bukan sekadar menyuguhkan pengalaman kuliner yang berbeda, tetapi telah menjadi kekuatan budaya dan ekonomi yang nyata.
Melalui gastronomi pula setiap hidangan dibalut dengan narasi yang kuat dari hulu ke hilir meliputi proses budidaya bahan pangan, distribusi, cara memasak, hingga presentasi yang sarat makna. Di setiap langkah, tersimpan cerita tentang tanah, kerja keras petani, warisan leluhur, dan nilai-nilai lokal yang menyatu dalam satu piring sajian.
Salah satu ciri khas utama kuliner Nusantara adalah kekayaan rempah-rempah, yang tidak hanya memperkaya rasa, tetapi juga membawa jejak sejarah, identitas, dan potensi ekonomi bangsa. Rempah adalah DNA kuliner Indonesia. Hampir setiap daerah memiliki karakteristik bumbu dan rasa yang unik, menjadikan setiap masakan bukan hanya santapan, tetapi pernyataan budaya.
“Inilah yang membedakan apa itu wisata gastronomi dari wisata kuliner biasa. Dan inilah daya tarik wisata yang menjadi kekuatan Indonesia,” kata Wamenpar Ni Luh Puspa.
Tercatat kinerja ekspor rempah Indonesia juga tumbuh positif dalam beberapa tahun terakhir. Menurut data dari Food and Fertilizer Technology Center for the Asian and Pacific Region, pada periode 2016–2020, nilai ekspor rempah Indonesia rata-rata mencapai 589 juta dolar AS per tahun, dengan pertumbuhan 5,63 persen per tahun.
Lebih lanjut, Indonesia menempati peringkat keempat dunia sebagi produsen rempah dengan pangsa pasar global 10,1 persen. Ke depan, Indonesia menargetkan perluasan ekspor dengan memprioritaskan komoditas strategis dan membuka akses ke 20 negara pengimpor utama yang pertumbuhan permintaannya lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekspor Indonesia.
“Oleh karena itu, pengembangan gastronomi tidak bisa dipandang hanya dari sisi kuliner semata, tetapi harus terintegrasi dengan strategi besar pariwisata nasional,” ujar Wamenpar.(kemenpar)