Pangkalpinang – Dr. Asyraf Suryadin, M.Pd Kepala DP3ACSKB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menganggap pacaran seperti korupsi. Pasalnya saat pacaran seseorang mendapatkan sesuatu yang belum menjadi miliknya.
“Anak-anak jangan pacaran ya, sebab pacaran seperti korupsi,” jelas Asyraf saat menyampaikan materi Pencegahan Perkawinan Anak dan Stunting via zoom, Selasa (14/11/2023).
Pacaran menjadi salah satu penyebab terjadinya pernikahan usia anak. Lebih jauh Asyraf mengatakan, sebab tak sedikit kasus anak-anak terpaksa menikah akibat melakukan perbuatan berlebihan ketika berpacaran.
Usia anak belum begitu paham dengan kesehatan reproduksi dan belum mapan untuk berkeluarga. Ia menambahkan, reproduksi anak yang semestinya belum baik untuk melahirkan dan tingkat ekonomi rendah membuat dampak kurang baik lainnya.
Menurut Asyraf, pernikahan usia anak dan perekonomian keluarga yang kurang baik menjadi penyebab kasus anak stunting. Berat bayi saat lahir tidak normal, lalu ketika lahir dan dalam pertumbuhan mengalami kekurangan asupan gizi.
“Memang ada beberapa adat atau tradisi yang mendukung pernikahan anak. Hendaknya anak-anak peserta kegiatan kali ini tidak berpacaran, sehingga tidak terjadi pernikahan usia anak,” sarannya.
Perempuan yang menikah usai anak lebih rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Asyraf menjelaskan, sekitar 53 persen perkawinan di bawah usai 18 tahun menderita mental disorder depresi.
Perempuan yang menikah kurang dari usia 18 tahun, jelas Asyraf, berkesempatan empat kali lebih kecil menyelesaikan pendidikan SMA ke atas dibandingkan yang usai menikah usai 18 tahun atau lebih.
“Ibu yang melahirkan muda juga rentan mengalami kerusakan reproduksi. Bayi yang lahir dari ibu berusia kurang dari 20 tahun berpeluang meninggal sebelum usia 28 hari dan satu dari tiga balita mengalami stunting,” jelasnya.(hzr)