Pangkalpinang – DP3ACSKB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terus melakukan langkah-langkah memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat. Salah satu strateginya yakni, memberi perlindungan hukum terhadap status pernikahan di masyarakat dengan mempercepat cakupan, kepemilikan akta perkawinan/buku nikah.
Kepala DP3ACSKB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Dr. Asyraf Suryadin, M.Pd mengatakan, kepemilikan akta perkawinan di Bangka Belitung di tahun 2015 hanya 25,93 persen saja. Lalu pada tahun berikutnya, angka tersebut bergerak naik menjadi 30,40 persen. Begitu juga di tahun 2017, ada kenaikan sekitar tiga persen, tepatnya 33,91 persen.
Setahun kemudian, angka ini kembali bergerak naik menjadi 39,33 persen dan angka terus naik di tahun 2019 hingga berada di angka 48,64 persen. Kemudian di tahun 2020, kepemilikan akta perkawinan perkawinan sudah mencapai angka 55,98 persen atau sekitar 397.175 akta perkawinan.
“Hingga Juni 2021, angka kepemilikan akta perkawinan sudah 57,46 persen. Kepemilikan akta perkawinan terus ditingkatkan untuk memberikan perlindungan hukum,” jelasnya saat Rapat Koordinasi Teknis bertajuk Sinergitas Percepatan Cakupan Akta Perkawinan/Buku Nikah se Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, di Sol Marina Hotel, Pangkalpinang, Senin (6/8/2021).
Selain hadir langsung di ruang pertemuan Sol Marina Hotel, kegiatan ini juga dikuti peserta secara online menggunakan aplikasi zoom meeting. Peserta merupakan perwakilan dari Dinas Catatan Sipil, Kemennag, Kantor Urusan Agama (KUA), Pengadilan Agama serta pihak terkait se Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Sementara Umi Salamah SH, MH Panitera Pengadilan Tinggi Agama Kepulauan Bangka Belitung menegaskan, pernikahan yang sah dan diakui pemerintah yaitu pernikahan yang dilakukan sesuai aturan hukum, dan ini harus tercatat sebagai bukti otentik. Ini sebagai bukti untuk melindungi hak istri dan keluarga.
Pernikahan dicatat di KUA. Ia mengatakan, pernikahan yang tidak tercatat, tidak punya kekuatan hukum dalam pernikahan. Dampaknya, keturunan dari hasil pernikahan ini akan kesulitan untuk mendapatkan status hukum jelas.
“Kita melakukan itsbat nikah. Ini merupakan permohonan pengesahan nikah yang diajukan ke pengadilan untuk dinyatakan sahnya suatu pernikahan, sehingga memiliki kekuatan hukum,” jelasnya.
Hal senada disampaikan Abdul Malik, SHI Kepala Seksi Kepenghuluan dan Bina Keluarga Sakinah Bidang Bimas Islam Kanwil Kemenag Bangka Belitung. Ia mengatakan, selain melakukan pencatatan Kemenag juga melakukan pembinaan calon pengantin, sehingga pengantin menjadi lebih mapan.
Pasangan mendapatkan pembinaan, pembekalan agama serta memberikan pengetahuan mengurusi keluarga. Ia menambahkan, pasangan calon pengantin juga perlu mendapatkan pembekalan batin. Sedangkan untuk mengindari kepemilikan buku nikah palsu, hendaknya pencatatan pernikahan dilakukan secara benar.
“Pernah terjadi pemalsuan buku nikah ini, namun ini bisa terdeteksi. Karena ada trik untuk mengetahui keaslian buku nikah tersebut,” paparnya.
Sedangkan Shanti, S.Sos, MA Kepala Sub Direktorat Fasilitasi Pencatatan Perkawinan dan Perceraian Kemendagri menjelaskan mengenai tugas catatan sipil. Sebab tugasnya bukan hanya menerbitkan akta catatan sipil. Sampai 2015, titik berat pencatat sipil pada fungsi hukum yaitu penerbitan akta-akta pencatatan sipil.
Saat itu, paparnya, dinas tidak punya statistik penerbitan akta capil. Apalagi perhitungan cakupan kepemilikan akta. Kemudian, di tahun 2015 pencatatan sipil mulai bicara data. Ketika itu, pemerintah menjadikan akta kelahiran anak sebagai salah satu prioritas nasional pemerintah.
“Data dasar kepemilikan akta kelahiran pada tahun 2015 yaitu hanya 31, 25 persen. Lalu saat ini, ada tiga dokumen perencanaan yang menargetkan akta kelahiran, akta perkawinan dan akta perceraian serta akta Kematian,” jelasnya.